Selasa, 21 September 2010

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA

 

Oleh: Mukhtazar

 

1. Pendahuluan

 

            Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat.   

Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu (Suwito, 1983:2). Sedangkan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam situasi-situasi yang kongkret.

            Dalam interaksi sosial terjadi saling pengaruh. Orang yang lebih aktif akan mendominasi interaksi itu. Dengan kata lain, apabila sesuatu bahasa lebih banyak dipakai, maka bahasa itu akan berkembang. Sebaliknya bahasa yang tidak banyak dipakai, kosakatanya akan terdesak oleh pemakaian bahasa yang lebih dominan (Pateda, 1987:12). Jika hal ini berlangsung terus, maka kepunahan sesuatu bahasa sudah dapat diramalkan.

            Terkait dengan hal di atas, Pakar budaya dan bahasa Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Zainuddin Taha (dikutip http://jibis.pnri.go.id/aktivitas/ /thn/2007/bln/06/tgl/14/id/1045 yang diakses tanggal 15 September 2008) mengatakan, pada abad ini, diperkirakan 50 persen dari 5.000 bahasa di dunia terancam punah, atau setiap dua pekan hilang satu bahasa. “Kepunahan yang dialami bahasa-bahasa ibu tersebut bukan karena bahasa itu hilang atau lenyap dari lingkungan peradaban, melainkan para penuturnya meninggalkannya dan bergeser ke penggunaan bahasa lain yang dianggap lebih menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, politik maupun psikologis,” .      

Untuk memperjelas pembicaraan terkait dengan hal di atas, makalah ini memaparkan tentang pergeseran dan pemertahanan bahasa secara umum.

 

2. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa

Fasold (dikutip Lukman dalam http: //www. pascaunhas. net/jurnal/vol12/LUKMAN12 yang diakses tanggal 09-09-2008) mengungkapkan bahwa pergeseran dan pemertahanan bahasa ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ia merupakan hasil kolektif dari pilihan bahasa (language choice).

 

2.1 Pergeseran Bahasa

Chaer dan Agustina (2004:142) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa menyangkut  masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Dengan kata lain, pergeseran bahasa akan terjadi kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka. Pendatang atau kelompok pendatang ini mau tidak mau, harus menyesuaikan diri dengan “menanggalkan” bahasanya sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk setempat.

Bila satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa (language shift). Kelompok pendatang ini akan melupakan sebagian bahasanya dan “terpaksa” memperoleh bahasa setempat. Alasannya karena kelompok pendatang ini mesti menyesuaikan diri dengan situasi baru tempat mereka berada. Akhirnya, kelompok pendatang ini akan mempergunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional dan bahasa daerah setempat (Alwasilah, 1993:116). Sedangkan Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa berarti, suatu komunitas meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga komunitas itu secara kolektif memilih bahasa baru.

Selanjutnya Sumarsono dan Partana (2002:236—237) mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa yaitu: migrasi atau perpindahan penduduk, faktor  ekonomi, dan faktor pendidikan. Migrasi dapat berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah yang baru. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasanya tergeser.

Faktor ekonomi juga merupakan penyebab pergeseran bahasa. Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi. Selain itu, faktor pendidikan juga menyebabkan pergeseran bahasa ibu murid, karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi dwibahasawan. Padahal, kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pergeseran bahasa itu terjadi manakala masyarakat pemakai memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya. Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa domain dan berprestise, lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama.

 

2.1 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah masyarakat bahasa tetap menggunakan bahasanya secara kolektif atau secara bersama-sama dalam ranah-ranah pemakaian tradisional (http://www.pascaunhas.net/jurnal./vol12/LUKMAN.pdf). Sedangkan Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa dalam pemertahanan bahasa suatu komunitas secara kolektif menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai.

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali  (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali.  Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan, mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini  menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi  intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima, adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.

 

 

3. Penutup

Bergeser atau bertahannya sebuah bahasa, baik pada kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan urbanisasi/transmigrasi  merupakan faktor-faktor utama. Salah satu faktor penting pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya. Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mentransmisikan bahasanya dari generasi ke generasi. Selain itu, faktor konsentrasi wilayah permukiman oleh Sumarsono (dalam Chaer dan Agustina, 2004:147) disebutkan pula sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alwasilah, A.Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

 

Lukman.2000.“Pemertahanan Bahasa Warga Transmigran Jawa di Wonomulyo Polmas serta Hubungannya dengan Kedwibahasaan dan Faktor-faktor Sosial” dalam     http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf/vol12/LUKMAN12.pdf.

 

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

 

 

Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Sabda.

 

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Edisi ke-2. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

 

Taha, Zainuddin. 2007. ”Kongres Bahasa Daerah: Lima Puluh Persen Bahasa di     Dunia Terancam Punah” dalam http://jibis.pnri.go.id/aktivitas  /thn/2007/bln/06/tgl/14/id/1045.

1 komentar:

  1. maaf pak mw bertanya... apa keberkaitan antara Alih kode, campur kode, interferensi dan integrasi dengan pemertahanan dan pergeseran bahasa?
    mohon di jawab pak.. terimakasih

    BalasHapus