Selasa, 21 September 2010

KTSP DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh Mukhtazar

1. Pendahuluan

Dunia pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini diramaikan oleh isu pergantian kurikulum. Kurikulum yang berlaku sampai tahun 2006 adalah Kurikulum 1994. Kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan hasil penyempurnaan ini adalah Kurikulum 2004 atau juga dikenal dengan sebutan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Ketika KBK ramai dibicarakan dan muncul buku-buku pelajaran yang disusun berdasarkan kurikulum ini, muncul KTSP atau Kurikulum 2006 yang merupakan penyempurnaan dari KBK. KTSP mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007.

           Adanya tiga macam kurikulum yang berlaku paling tidak pada awal pemberlakuan KTSP sangat membingungkan. Situasi ini diperparah dengan munculnya kesimpangsiuran informasi tentang KBK dan KTSP yang beredar di masyarakat. Guru sebagai orang yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan kurikulum merupakan pihak yang paling dibingungkan dengan situasi ini. Tulisan ini akan membahas beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi  KTSP.

2. KTSP dan Pembelajaran Bahasa Indonesia

            KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Tilaar, 2006:21). Kurikulum ini juga dikenal dengan sebutan Kurikulum 2006 karena kurikulum ini mulai diberlakukan secara berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007. Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah menerapkan kurikulum ini paling lambat pada tahun ajaran 2009/2010.  

           KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 atau yang juga dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Seperti KBK, KTSP berbasis kompetensi. KTSP memberikan kebebasan yang besar kepada sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan yang sesuai dengan (1) kondisi lingkungan sekolah, (2) kemampuan peserta didik, (3) sumber belajar yang tersedia, dan (4) kekhasan daerah (Mulyasa, 2006:18) . Dalam program pendidikan ini, orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif. Pengembangan dan penyusunan KTSP merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak: guru, kepala sekolah, guru (konselor), dan komite sekolah. Berikut ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi KTSP.

            Karena KTSP dikembangkan dan disusun oleh satuan pendidikan atau sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, setiap sekolah mempunyai kurikulum yang berbeda. Dengan demikian, bahan ajar yang digunakan juga mempunyai perbedaan. Tidak ada ketentuan tentang buku pelajaran yang dipakai dalam KTSP. Buku yang sudah ada dapat dipakai. Karena pembelajaran didasarkan pada kurikulum yang dikembangkan sekolah, bahan ajar harus disesuaikan dengan kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru dapat mengurangi dan menambah isi buku pelajaran yang digunakan.

            Dengan demikian, guru harus mandiri dan kreatif. Guru harus menyeleksi bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum sekolahnya. Guru dapat memanfaatkan bahan ajar dari berbagai sumber (surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dsb.). Bahan ajar dikaitkan dengan isu-isu lokal, regional, nasional, dan global agar peserta didik nantinya mempunyai wawasan yang luas dalam memahami dan menanggapi berbagai macam situasi kehidupan.

            Untuk pelajaran membaca, misalnya, bahan bacaan dapat diambil dari surat kabar. Di samping surat kabar yang berskala nasional yang banyak menyajikan isu-isu nasional, ada surat kabar lokal yang banyak menyajikan isu-isu daerah. Kedua jenis sumber ini dapat dimanfaatkan. Bahan bacaan yang mengandung muatan nasional dan global dapat diambil dari surat kabar berskala nasional, sedangkan bahan bacaan yang mengandung muatan lokal dapat diambil dari surat kabar daerah. Berdasarkan bahan bacaan ini, guru dapat mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia yang kontekstual. Peserta didik diperkenalkan dengan isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat di sekitarnya dan masyarakat yang tatarannya lebih luas.

            Bahan ajar yang beragam jenis dan sumbernya ini tentu juga dapat digunakan untuk pelajaran-pelajaran yang lain (menulis, mendengarkan, dan berbicara). Mengingat pentingnya televisi dan komputer (internet) dalam kehidupan sekarang ini, guru perlu memanfaatkan bahan ajar dari kedua sumber ini. Televisi dan komputer juga dapat dapat dipakai sebagai media pembelajaran yang menarik.

            Dalam KTSP guru juga diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran. Guru perlu memanfaatkan berbagai metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas peserta didik. Karena dalam KTSP guru berfungsi sebagai fasilitator dan pembelajaran berpusat pada peserta didik, metode ceramah perlu dikurangi. Metode-metode lain, seperti diskusi, pengamatan, tanya-jawab perlu dikembangkan.

            Pembelajaran yang dilakukan melalui diskusi, misalnya, dapat melibatkan partisipasi dari semua peserta didik. Semua peserta didik dapat berbicara, mengemukakan pendapatnya masing-masing. Guru dalam hal ini hanya mengarahkan bagaimana diskusi berjalan. Isu diskusi perlu dikaitkan dengan lingkungan sekitar (sekolah, daerah) hingga lingkungan global.

            Kegiatan pembelajaran tidak selalu berlangsung di dalam kelas. Kegiatan dapat dilakukan di luar kelas (perpustakaan, kantin, taman, dsb.), di luar sekolah (mengunjungi lembaga bahasa, stasiun radio/televisi, penerbit, dsb.). Beragamnya tempat pembelajaran dapat membuat suasana belajar yang tidak membosankan.

            Kegiatan pembelajaran dapat juga melibatkan orang tua dan masyarakat. Sekolah dapat mengundang orang yang mempunyai profesi tertentu atau ahli dalam bidang tertentu untuk berbicara dan berdialog dengan peserta didik. Sebagai contoh, dalam pelajaran menulis dan berbicara (wawancara), kalau ada orang tua peserta didik yang berprofesi sebagai wartawan, guru dapat mengundang orang yang bersangkutan untuk berbicara dan berdiskusi tentang pekerjaannya denga peserta didik. Kegiatan seperti ini akan berguna untuk peserta didik, guru, dan orang tua. Mereka dapat saling belajar dan proses pembelajaran menjadi menarik dan bersifat kontekstual.

            Dalam lingkungan sekolah, staf sekolah juga dapat dimanfaatkan. Misalnya, untuk pelajaran menulis surat resmi guru bisa meminta staf administrasi untuk berbicara tentang penulisan surat. Di samping berguna sebagai sumber pembelajaran, kegiatan ini juga berguna untuk membentuk lingkungan sekolah yang kondusif, yaitu adanya hubungan dan kerja sama yang baik di antara peserta didik, guru, dan staf.

            Kalau memungkinkan, kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan kunjungan peserta didik kepada orang dengan profesi tertentu (misalnya penyunting bahasa atau penterjemah) atau ke lembaga tertentu (misalnya lembaga bahasa atau penerbit) untuk menggali informasi tentang bahasa Indonesia. Kegiatan ini akan membuka wawasan peserta didik dan guru akan profesi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia dan akan pentingnya bahasa Indonesia sehingga diharapkan muncul sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

            Pemberlakuan KTSP pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian sekolah. KTSP merupakan kurikulum yang sesuai dengan dinamika kehidupan di Indonesia sekarang ini dikaitkan dengan isu-isu seperti globalisasi dan otonomi daerah. Akan tetapi, pelaksanaan KTSP menuntut banyak hal dari sekolah dan masyarakat seperti profesionalisme, kreativitas, kemandirian guru dan kepala sekolah, serta keterlibatan masyarakat (Muslich, 2006:71).

           

3. Penutup   

Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya bertujuan membekali peserta didik kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Perubahan atau pergantian kurikulum selalu menimbulkan masalah dan kebingungan bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, terutama guru. 

Apa pun kurikulumnya, guru bahasa Indonesia harus tetap berpegang pada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia. Guru perlu terus berusaha meningkatkan kemampuannya dan terus belajar untuk memberikan yang terbaik bagi peserta didik  karena kurikulum yang berlaku dalam beberapa tahun ini adalah KTSP, guru perlu mengenal, mempersiapkan diri, dan menyiasati kurikulum ini. Dengan demikian, guru akan dapat menghadapi dan menanggulangi masalah-masalah yang muncul.

 

Daftar Bacaan  

 

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Panduan bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas. Jakarta: Bumi Aksara.

Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN BAHASA

 

Oleh: Mukhtazar

 

1. Pendahuluan

 

            Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat.   

Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi, serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu (Suwito, 1983:2). Sedangkan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam situasi-situasi yang kongkret.

            Dalam interaksi sosial terjadi saling pengaruh. Orang yang lebih aktif akan mendominasi interaksi itu. Dengan kata lain, apabila sesuatu bahasa lebih banyak dipakai, maka bahasa itu akan berkembang. Sebaliknya bahasa yang tidak banyak dipakai, kosakatanya akan terdesak oleh pemakaian bahasa yang lebih dominan (Pateda, 1987:12). Jika hal ini berlangsung terus, maka kepunahan sesuatu bahasa sudah dapat diramalkan.

            Terkait dengan hal di atas, Pakar budaya dan bahasa Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof. Dr. Zainuddin Taha (dikutip http://jibis.pnri.go.id/aktivitas/ /thn/2007/bln/06/tgl/14/id/1045 yang diakses tanggal 15 September 2008) mengatakan, pada abad ini, diperkirakan 50 persen dari 5.000 bahasa di dunia terancam punah, atau setiap dua pekan hilang satu bahasa. “Kepunahan yang dialami bahasa-bahasa ibu tersebut bukan karena bahasa itu hilang atau lenyap dari lingkungan peradaban, melainkan para penuturnya meninggalkannya dan bergeser ke penggunaan bahasa lain yang dianggap lebih menguntungkan dari segi ekonomi, sosial, politik maupun psikologis,” .      

Untuk memperjelas pembicaraan terkait dengan hal di atas, makalah ini memaparkan tentang pergeseran dan pemertahanan bahasa secara umum.

 

2. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa

Fasold (dikutip Lukman dalam http: //www. pascaunhas. net/jurnal/vol12/LUKMAN12 yang diakses tanggal 09-09-2008) mengungkapkan bahwa pergeseran dan pemertahanan bahasa ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ia merupakan hasil kolektif dari pilihan bahasa (language choice).

 

2.1 Pergeseran Bahasa

Chaer dan Agustina (2004:142) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa menyangkut  masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Dengan kata lain, pergeseran bahasa akan terjadi kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka. Pendatang atau kelompok pendatang ini mau tidak mau, harus menyesuaikan diri dengan “menanggalkan” bahasanya sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk setempat.

Bila satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa (language shift). Kelompok pendatang ini akan melupakan sebagian bahasanya dan “terpaksa” memperoleh bahasa setempat. Alasannya karena kelompok pendatang ini mesti menyesuaikan diri dengan situasi baru tempat mereka berada. Akhirnya, kelompok pendatang ini akan mempergunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional dan bahasa daerah setempat (Alwasilah, 1993:116). Sedangkan Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa pergeseran bahasa berarti, suatu komunitas meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga komunitas itu secara kolektif memilih bahasa baru.

Selanjutnya Sumarsono dan Partana (2002:236—237) mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran bahasa yaitu: migrasi atau perpindahan penduduk, faktor  ekonomi, dan faktor pendidikan. Migrasi dapat berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah yang baru. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasanya tergeser.

Faktor ekonomi juga merupakan penyebab pergeseran bahasa. Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi. Selain itu, faktor pendidikan juga menyebabkan pergeseran bahasa ibu murid, karena sekolah biasa mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi dwibahasawan. Padahal, kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah satu bahasa.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pergeseran bahasa itu terjadi manakala masyarakat pemakai memilih suatu bahasa baru untuk mengganti bahasa sebelumnya. Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena masyarakat bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa domain dan berprestise, lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama.

 

2.1 Pemertahanan Bahasa

Pemertahanan bahasa adalah masyarakat bahasa tetap menggunakan bahasanya secara kolektif atau secara bersama-sama dalam ranah-ranah pemakaian tradisional (http://www.pascaunhas.net/jurnal./vol12/LUKMAN.pdf). Sedangkan Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa dalam pemertahanan bahasa suatu komunitas secara kolektif menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai.

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan penggunaan bahasa Melayu Loloan di desa Loloan yang termasuk dalam wilayah kota Nagara, Bali  (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari wilayah pemukiman masyarakat Bali.  Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas Bali yang mau menggunakan bahasa Melayu Loloan dalam berinteraksi dengan golongan minoritas Loloan, meskipun dalam interaksi itu kadang-kadang digunakan juga bahasa Bali. Ketiga, anggota masyarakat Loloan, mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap masyarakat, budaya, dan bahasa Bali. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan terkonsentrasinya masyarakat Loloan ini  menyebabkan minimnya interaksi fisik antara masyarakat Loloan yang minoritas dan masyarakat Bali yang Mayoritas. Akibatnya pula menjadi tidak digunakannya bahasa Bali dalam interaksi  intrakelompok dalam masyarakat Loloan. Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat Loloan terhadap bahasa Melayu Loloan sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi lambang identitas diri masyarakat Loloan yang beragama Islam; sedangkan bahasa Bali dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, penggunaan bahasa Bali ditolak untuk kegiatan-kegiatan intrakelompok, terutama dalam ranah agama. Kelima, adanya kesinambungan pengalihan bahasa Melayu Loloan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya.

 

 

3. Penutup

Bergeser atau bertahannya sebuah bahasa, baik pada kelompok minoritas maupun pada kelompok imigran transmigran dapat disebabkan oleh banyak faktor. Hasil-hasil penelitian, menunjukkan bahwa faktor industrialisasi dan urbanisasi/transmigrasi  merupakan faktor-faktor utama. Salah satu faktor penting pemertahanan sebuah bahasa adalah adanya loyalitas masyarakat pendukungnya. Dengan loyalitas itu, pendukung suatu bahasa akan tetap mentransmisikan bahasanya dari generasi ke generasi. Selain itu, faktor konsentrasi wilayah permukiman oleh Sumarsono (dalam Chaer dan Agustina, 2004:147) disebutkan pula sebagai salah satu faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alwasilah, A.Chaedar. 1993. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan awal. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

 

Lukman.2000.“Pemertahanan Bahasa Warga Transmigran Jawa di Wonomulyo Polmas serta Hubungannya dengan Kedwibahasaan dan Faktor-faktor Sosial” dalam     http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf/vol12/LUKMAN12.pdf.

 

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

 

 

Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Sabda.

 

Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Edisi ke-2. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.

 

Taha, Zainuddin. 2007. ”Kongres Bahasa Daerah: Lima Puluh Persen Bahasa di     Dunia Terancam Punah” dalam http://jibis.pnri.go.id/aktivitas  /thn/2007/bln/06/tgl/14/id/1045.

Senin, 20 September 2010

STRATEGI GURU DALAM MEMBINA AQIDAH ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK “RAUDHATUN NASIHIN” DESA AREMANTAI KECAMATAN SEMENDE DARAT ULU KABUPATEN MUARA ENIM

 

 

 

A. Latar Belakang Masalah

            Agama Islam adalah satu-satunya agama yang mengajar manusia dalam segala lapangan hidup dan kehidupannya. Salah satu aspek ajaran Islam yang paling mendasar adalah aqidah,  semua peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang dijalankan oleh manusia  harus tercermin terhadap aqidah Islam. Karena ia  merupakan penentu dalam kehidupan manusia di dunia ini.

            Aqidah meliputi semua persoalan keimanan, persoalan tersebut harus dipercayai dan diyakini oleh setiap muslim dan mukmin, termasuk rukun iman. Adapun syari’ah meliputi peraturan Allah yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia, baik muslim mau pun non muslim serta alam sekitarnya.

Untuk menumbuhkan aqidah, baik dalam diri seseorang maupun dalam kehidupan masyarakat. Maka haruslah mengetahui apa yang memerlukan penjelasan, yaitu sesuatu yang mendorong manusia untuk mengetahui apa yang diberikan padanya, tanggapan-tanggapan yang timbul yang belum diketahui.[1]

Aqidah merupakan spirit dan pendorong untuk beramal shaleh.  Hal ini sesuai dengan kandungan  Alquran  surah al-Baqarah (2); 177 yang berbunyi:

 

 

 

 

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.[2]

 

                Dari ayat tersebut di atas, jelaslah bahwa orang yang benar dan bertakwa adalah, orang yang senantiasa menanamkan kebaikan dan keyakinan dalam dirinya. Untuk kebaikan dan kemaslahatannya.  

Aqidah adalah ruh setiap orang, dengan berpegang teguh kepadanya, maka manusia akan hidup dalam keadaan baik dan menggembirakan. Aqidah merupakan makanan rohani yang diperlukan jiwa, seperti halnya badan memerlukan makanan. Namun jiwa (hati) adalah wadah yang dengan mudah merasuk ke dalamnya aqidah yang salah, tanpa disadari karena sudah dicampuri secara keseluruhan  oleh pemikiran-pemikiran yang diada–adakan oleh manusia. Bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang murni sehingga aqidah yang pada masa kepemimpinan Rasulullah saw sudah tercemar. Ajaran keimanan yang sudah berubah itu akhirnya tidak lagi mencerminkan keimanan yang dengannya  jiwa mendapat suci amal perbuatan menjadi mulia yang baik ataupun yang dapat memberikan semangat gerak pada perorangan yang dapat memberikan daya hidup pada umat dan bangsa.

Sebagai umat Islam berkewajiban untuk menanamkan dan membina aqidah ke dalam hati dan jiwanya dengan menempuh jalan yang dilandasi dengan pendidikan Islam yang murni sehingga dapat memberikan konstribusi keimanan yang mengacu kepada kesejahteraan hidup dan kehidupan yang baik di dunia maupun di akhirat.

Taman Kanak-kanak adalah pendidikan formal untuk tingkat pra sekolah. Taman kanak-kanak Raudhatun Nasihin merupakan satu-satunya TK di Desa Aremantai Kecamatan Semende Darat Ulu. Keberadaan TK Raudhatun Nasihin di tengah-tengah masyarakat mempunyai peran penting. TK ini memasukkan pendidikan agama dan umum sehingga terciptalah generasi-generasi yang beriman dan berwawasan luas.

Nilai-nilai ajaran Islam yang dimuat dan diajarkan meliputi fikih, aqidah akhlaq dan sejarah. Untuk menghadapi era globalisasi yang semakin gencar anak harus dibentengi dengan Ilmu agama. Di Zaman ini banyak pengaruh-pengaruh yang mulai menggerogoti anak-anak, sehingga tidak terasa menjurus pada perbuatan syirik, baik lewat media elektronik maupun cetak. Kita kadang tidak tau kalau itu sudah menyimpang dari agama. Oleh karena itu mulai usia pra sekolah anak dikenalkan dan diajarkan tentang aqidah yang benar, karena aqidah merupakan dasar dan pondasi bagi agama Islam. Untuk mencapai semua itu perlu adanya pendidikan formal seperti TK, untuk pra sekolah yang berkualitas, baik dari segi agama dan umumnya, maka alternatif lain adalah lewat Taman Pendidikan Islam, di TK ditanamkan nilai-nilai ke Islaman sehingga anak mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk dapat mewujudkan semua itu tentunya tidak terlepas dari peran guru. Guru merupakan faktor penting dalam pendidikan formal, karena itu harus memiliki perilaku dan kemampuan untuk mengembangkan siswanya secara optimal. Guru juga dituntut mampu menyajikan pembelajaran yang bukan semata-mata menstranfer pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, tetapi juga memiliki kemampuan meningkatkan kemandirian siswa. Oleh karena itu guru dituntut sanggup menciptakan kondisi proses pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa untuk berpikir dan berpendapat sesuai perkembangan yang dimiliki, untuk itu guru dituntutmeningkatkan kompetensi dirinya.

Dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, peranan guru amatlah diharapkan, sehingga kegiatan belajar mengajar siswa dapat tercapai.[3] Jadi guru diharapkan dapat melaksanakan tugasnya secara baik sesuai profesinya. Guru sebagai sebuah profesi untuk itu penguasaan berbagai hal sebagai kompetensi dalam melaksanakan tugas harus ditingkatkan. Peningkatan kompentensi itu yaitu dalam proses belajar mengajar antara lain memilih dan memanfaatkan metode belajar mengajar yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa aqidah yang kuat, mengkristal dalam hati sanubari bukan ibarat tanaman yang tumbuh tanpa bibit dan berkembang tanpa arah, lalu berbuah tanpa pemeliharaan. Akan tetapi aqidah yang kuat bagaikan tumbuhan yang butuh petani yang jujur, ulet, memahami cara bercocok tanam yang baik dan senantiasa memelihara pada setiap perkembangannya, dengan menyiram, memupuk, dan memberantas hama pengganggu, hingga tumbuhan itu kuat dahannya dan mendatangkan hasil dengan izin Allah SWT. Ini artinya dalam pembinaan aqidah anak dibutuhkan kemahiran pendidik, yang memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan aqidah, memperhatikan fase pertumbuhan dan perkembangan psikologi agama anak yang  harus terintegrasi dengan langkah-langkah pembinaan secara didaktis.

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”STRATEGI GURU DALAM MEMBINA AQIDAH ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK ”RAUDHATUN NASIHIN” DESA AREMANTAI KECAMATAN SEMENDE DARAT ULU KABUPATEN MUARA ENIM”.

 

B. Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1.      Bagaimana strategi guru dalam membina aqidah anak di Taman Kanak-kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kec. Semende Darat Ulu Kab. Muara Enim ?

2.      Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pembinaan aqidah anak di Taman Kanak-kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kec. Semende Darat Ulu Kab. Muara Enim ?

 

C. Tujuan Penelitian

            Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini ialah :

1.      Untuk mendeskripsikan strategi guru dalam membina aqidah anak di Taman Kanak-kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kec. Semende Darat Ulu Kab. Muara Enim.

2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan aqidah anak di Taman Kanak-kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kec. Semende Darat Ulu Kab. Muara Enim

 

D. Manfaat Penelitian

            Manfaat penelitian ialah :

1.      Secara teoritis dapat  memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam khususnya di bidang aqidah dan menjadi sumber referensi bagi pihak yang berkepentingan.

2.      Secara praktis dapat menjadi pedoman dan petunjuk bagi pendidik dalam pendidikan Islam khususnya dalam pembinaan aqidah anak usia Taman Kanak-kanak.

 

F. Definisi Operasional

            Dari judul yang ada, yaitu ” Strategi Guru Dalam Membina Aqidah Anak Di Taman Kanak-Kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kecamatan Semende Darat Ulu Kabupaten Muara Enim”, dapat diartikan secara operasional sebagai berikut :

1.      Strategi adalah suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. [4]

2.      Strategi guru adalah suatu rencana yang dilaksanakan pendidik (guru) untuk mengoptimalkan potensi peserta didik agar siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mencapai hasil yang diharapkan.[5]

3.      Membina, berasal dari kata bina artinya membangun atau mendirikan. [6]

4.      Aqidah yang dimaksud dalam uraian ini, keyakinan kepada enam unsur aqidah Islam, yaitu percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan dan qadha dan qadar Allah. Keyakinan kepada enam unsur tersebut harus dibenarkan dengan hati, diucapkan dengan lidah dan direalisasikan dengan anggota badan.

5.      Anak adalah ”turunan orang tua atau yang masih kecil (belum dewasa)”.[7] Adapun anak yang dimaksud dalam uraian ini adalah anak usia prasekolah atau anak usia Taman Kanak-kanak (4—6 tahun).

Berdasarkan penegasan judul di atas dapat disimpulkan bahwa, kajian ini adalah meneliti tentang strategi guru dalam membina aqidah anak usia pra sekolah atau anak usia Taman Kanak-kanak.

 

 

 

 

 

G. Metode Penelitian

            Setiap peneliti selalu dihadapkan pada persoalan yang menuntut jawaban yang sistematis dan akurat, oleh karena itu diperlukan adanya metode yang digunakan dalam melakukan penelitian, untuk memecahkan dan mendapatkan jawaban atas persoalan yang ada.

            Berdasarkan hal tersebut, maka dalam melakukan penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian yang prosedurnya menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati.[8] Penelitian ini di lakukan di Taman Kanak-Kanak “Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim.

2. Sumber Data

            Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh di lapangan yang dianggap bahan pokok dalam pembahasan skripsi ini. Data tersebut berasal dari informan penelitian (guru) yang merupakan sumber dari hasil wawancara dan pengamatan secara langsung. Data sekunder merupakan data pendukung yang ada di Taman kanak-kanak ”Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai seperti gambaran umum Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin” yang terdiri dari letak geografis, sejarah berdirinya, visi, misi dan tujuan serta struktur organisasi.

3. Teknik Pengumpulan Data

            Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

a. Interview atau wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pernyatan itu. [9] Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data tentang strategi guru dalam membina aqidah anak  di Taman Kanak-Kanak “Raudhatun Nasihin”, faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan aqidah anak  di Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”. Wawancara ini dilakukan kepada pengurus, guru dan bagian administrasi Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”.

 

b. Observasi atau Pegamatan

Observasi yang penulis laksanakan adalah observasi langsung, yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.[10] Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data yang secara langsung diamati, seperti letak geografis Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”, sarana dan prasarana dan pelaksanaan pendidikan aqidah di Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”.

 

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal/variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.[11] Penulis menggunakan teknik ini untuk memperoleh data mengenai sejarah berdirinya Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”, letak geografis, struktur organisasi, keadaan guru dan peserta didik.

 

4. Teknik Analisis Data

            Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. Pertama, setelah pengumpulan data selesai, maka tahap selanjutnya adalah mereduksi data yang telah di peroleh, yaitu dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data, dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan. Tahap kedua, data akan di sajikan dalam bentuk narasi, kemudian tahap ketiga akan di lakukan penarikan kesimpulan dari data yang di peroleh.

 

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah mengetahui secara keseluruhan isi penelitian ini maka disusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I           : Merupakan bab pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, defenisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II          : Merupakan bab landasan teori yang meliputi strategi guru, pengertian aqidah, unsur-unsur aqidah, dan pendidikan pra sekolah (anak usia 4—6 tahun).

BAB III         :  Profil  Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”, yang terdiri dari : gambaran umum Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin” yang meliputi letak geografis, sejarah berdirinya, visi, misi, daftar pembagian tugas guru, struktur organisasi dan rencana pengembangan Taman Kanak-kanak.

 

BAB IV        : Merupakan bab Pelaksanaan Pendidikan di Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin”, meliputi strategi guru dalam membina aqidah serta faktor-faktor yang mempengaruhi pembinaan aqidah anak di Taman Kanak-kanak “Raudhatun Nasihin” Desa Aremantai Kec. Semende Darat Ulu Kab. Muara Enim.

 

BAB V          : Merupakan bab penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA (SEMENTARA)

 

Al Qur’an Al-Karim

Al-Qur’an dan Terjemahannya. 1989. Departemen Agama Republik Indonesia. Semarang : CV. Toha Putra.

 

Abdul, Munir MT. Thahir. tt. Iktisar Ilmu Tauhid. Jakarta : Darun Najah.

 

Abdul, Baqi Muhammad Fuada. 1997. Al- Lu’ Lu’ Wal Marjan. Bairut Libanon : Darul Fikri.

 

Abdul, Hafiz Muhammad Nur. 1997. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung : Al Bayan.

 

Ad-Dimasyqy, Abi Al-Fida’ Al-Hafizh Ibnu Katsir. 1994. Tafsir Al-Qur’an Al-Azim. Bairut Libanon : Al-Kitabatul Ilmiah.

 

Ahmadi, Abu. 1992. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta.

 

AK. Baihaki. 2000.  Mendidik Anak Dalam Kandungan Menurut Pedagogis Islam. Jakarta : Darul Ulum Press.

 

Al-Misri Masad. 1995. Menyambut Kedatangan Bayi. Jakarta : Gema Insan Press.

 

Al-Mukaffi, Abdul Rahman. 1412 H. Katagori Acara TV & Media Haram di Indonesia. Jakarta : Darul Falah.

 

Ali, Muhammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

 

Al-Maraqi, Ahmad Mustafa. Terj Anwar Rasyidy. 1992. Tafsir Al-Maraqi. Semarang : CV. Toha Putra.

 

Al-Hanif, Rifqi at al. tt. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.  Surabaya : Sinar Kurnia.

 

Al-Jawy, Muhammad Nawawi. tt. Syurhu Tijan Darari. Surabaya : Mutiara Ilmu.   

 

Al-Ustmani, Muhammad bin Shahih. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan. Jakarta : Haiatul Iqhatsah.

 

Aladip, Moh Mahfuddin. tt. Terjemah Buluqhul Maram.  Semarang : CV. Toha Putra.

 

Al-Qasthalany, Abi Abbas Syihabuddin Ahmad bin Muhammad. tt. IrsyadusSari Li Syarhil Bukhari.  Bairut Libanon : Darul Fikri

 

Al-Maududi Abu ‘ala’. 1986. Dasar-Dasar Iman. Bandung : Pustaka.

 

Arifin, Bey. 1992. Terjemah Sunan Abi Daud Jilid 3. Semarang : As-Syifa’ 

 

--------------. 1993. Terjemah Sunan Abi Daud Jilid 5. Semarang : As-Syifa’

 

Ash-siddieqy, Hasbi. 1990. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Cet. V. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Arikunto, Suharsimi.  1993. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

 

Ashabuni, Muhammad Ali. tt. Syafwat Tafsir. Bairut : Darul Al-Qur’an Karim.

 

Asmuni, M Yusron. 2000.  Ilmu Tauhid. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

 

Asqolany, Al-Hafizh Ibnu Hajar. tt. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam. Bairut-Libanon : Darul Kitab Ilmiah.

 

As-Sajastani, Abi Daud Sulaiman bin Asy Asy.1994.  Sunan Abi Daud Jilid 1. Bairut-Libanon : Darul Fikri.

 

----------------.1996.  Sunan Abi Daud Jilid 3. Bairut-Libanon : Darul Fikri.

 

Azam, Abdullah. 1993. Aqidah Landasan Pokok Pembinanaan Umat. Jakarta : Gema Insani Press.

 

Barmawi, Baki Yusuf. 1993. Pembina Beragama Islam Pada Anak. Semarang: Toha Putra Grup.

 

Bobbi, De Parter, dkk,. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa, 2005.,

 

Daradjat, Zakiah. 1979. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

 

-----------------.1982. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

 

-----------------. 1995. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Fahmi, Abu. 1977. Tujuh Langkah Aman Membentuk Anak Shaleh. Jakarta: Wala’ Press.

 

Ilyas, Asneli. 1997. Mendambakan Anak Shaleh. Bandung: Al-Bayan.

 

Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 

Kibri, Abdul Muiz. 1993. Jiwa Agama Membentuk Manusia Seutuhnya. Jakarta: Kalam Mulia.

 

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Anak. Bandung: Mandas Maju.

 

Moleong, Lexi. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Muzhairiri Husain. 2001. Menyiapkan Anak Shaleh. Jakarta: Samudra Ilmu.

 

Mutdawan, Noor. 1995. Aqidah dan Ilmu Pengetahuan dalam Lintasan Sejarah Dinamika Budaya Manusia. Yogyakarta: Bina Karir.

 

Munir, Sudarsono. Dkk. 1995. Moral dan Kognisi. Bandung: CV. Al-Fabeta.

 

Musa, Latifah. 2007. Belajar Sejak Dini. Jakarta: Ar-Raudhoh Pustaka.

 

Poerwadarminta. W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Prabowo, Annie Luthfia. 2001. Menumbuhkan Anak Balita Bersama Rasulullah Saw. Bandung: Gema Media.

 

Quthb, Muhammad Ali. 1993. Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro.

 

Qardawi, Yusuf. 1996. Generasi Idaman. Jakarta: Media Dakwah.

 

Ramayulis. 2001. Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia.

 

Suryabrata, Sumardi. 1982. Perkembangan Individu. Jakarta: CV Rajawali.

 

Sabiq, Sayyid. 1992. Aqidah Islam. Jakarta: CV Firdaus.

 

Saltut, Mahmoud. 1967. Islam sebagai Aqidah dan Syariah. Jakarta: Bulan Bintang.

 

Talib. 1996. 20 Perilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak. Bandung: Baitus Salam.

 

Takariawan, Cahyadi. 1997. Pernik-Pernik Rumah Tangga Islam. Solo: Intermedia.

 

Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Jakarta: Rosdakarya.

 

Ulwan, Abdul Nashih. 1992. Pemeliharaan Kesehatan Jiwa Anak. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

---------------. 1981. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Semarang: CV. Asy-Syifa’.

 

Usman, Ahmad. 1998. Iman yang Melahirkan Amal Shaleh. Surabaya: Dewan Dakwah Islamiah.

 

Zuhairi. Dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.



[1] Hasbi Ash-siddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Cet. V; Jakarta, Bulan Bintang, 1990), hal. 50

[2] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang; CV. Toha Putra, 1989)., hal. 45.

[3] De Parter, Bobbi dkk,. Quantum Teaching. (Bandung: Kaifa, 2005)., hal.37.

 

[4] Rifqi Al-Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Sinar Kurnia, tt), hal. 218.

[5] Djamarah Syaiful Bahri dan Zain Aswan., Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta , 2006), hal. 18.

 

[6] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)., hal 141.

 

[7] Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, tt), hal. 31.

[8] Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 3.

[9] Ibid., hal 148.

 

[10] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993)., hal. 16.

[11] Ibid. hal. 233